Dalam sejarah musik negeri ini, andil musisi dari Kota Medan sebenarnya tak boleh diabaikan. Perkembangan musik dangdut (salah satu genre musik yang cukup digemari masyarakat), misalnya, tak lepas dari tradisi musikal Orkes Melayu yang berasal dari Sumatra Timur.
Pada awal abad ke – 20
Pada tahun 1925 terdapat “Nalaingan Band” di Simalungun. Pada kurun waktu yang bersamaan kerap juga diselenggarakan kompetisi band, yang disebut “orkest-concours”, khususnya musik kroncong dan band untuk dansa (“dans muziek”) di berbagai kota di Keresidenan Sumatera Timur dan Tapanuli. Juga, telah muncul band-band yang memainkan musik yang populer pada masa itu di istana Kesultanan Serdang, Deli dan Langkat. Bahkan di antaranya sudah rekaman di Singapura di bawah label “His Master Voice”, misalnya Romulus L Tobing dari Tarutung.
Setelah Indonesia merdeka dan Radio Republik Indonesia (RRI), banyak muncul band dalam konteks kumpulan atau ensembel yang memainkan lagu-lagu yang populer pada masanya, seperti lazimnya band dalam situasi sekarang. Lagu-lagu band tersebut secara reguler dipancarkanmelalui radio.
Dari era ini muncul band “Pardolok Tolong Melody”, “The Singing Blue Band”, “Orkes Sinar Medan”, “Al Wardah”, yang melahirkan kampiun seperti Nahum Situmorang, Sididik Sitompul, Ismail Hutajulu, Lily Suhairy, Djaga Depari, Achmad Baqi, Taralamsjah Saragih, yang beberapa diantaranya sudah rekaman piringan hitam (“vinyl record”) di Lokananta. Termasuk juga Marihot Hutabarat dengan “Trio Marihot” sebagai album jazz pertama di Indonesia.
Secara historis, era musik band dan kaitannya dengan industri di atas dilanjutkan dengan generasi baru band, seperti “Rhythm Kings”, “The Mercys”, “The Minstrel”, “Dara Kartika”, “The Great Session”, “Free Men”, “Destroyer”, “D’Sys”, “Cinzano” dan sebagainya. Dari generasi inilah lahir Darma Purba, Charles Hutagalung, Reynold Panggabean, Rinto Harahap, Erwin Harahap, Jelly Tobing, Fadil Usman, Rizaldi
Siagian, Teruna Jasa Said, Jose Tobing, Guntur Simatupang, Ayun Machruzar dan sebagainya.Pada tahun 1950-an terdapat orkes sejenis orkes melayu di antaranya, Emma Gangga, Ellya Khadam (“Si Boneka dari India”), Abdul Chalik pemimpin “Orkes Melayu Bukit Siguntang”, A Kadir pemimpin “Orkes Sinam Kemala” dan Husein Aidit pemimpin “Orkes Melayu Kenanga”. “Kontribusi Medan dan Sumatera Utara dalam musik dangdut di Indonesia memiliki posisi yang penting.
Dan ini sudah dimulai sejak lama, ditandai dengan kemunculan ‘Orkes Melayu Sinar Medan’, sampai ke Pop Melayu dari ‘The Rhythm Kings’, ‘The Mercys’,”(sumber: etonomusikolog Ben M Pasaribu, seperti dikutip dari ulasan musik Global di edisi (04/5) Setelah melewati masa-masa kejayaan orkes Melayu yang kemudian disebut-sebut oleh para pengamat musik sebagai salah satu akar penting musik dangdut